oleh

Mengenang Sejarah Aksi 212

-PERISTIWA-2.155 views

Berandang-Bengkulu. Subhanallah, masih ingatkan anda aksi 212 digelar  pada tanggal 2 Desember 2016 lalu. Jutaan umat memadati Tugu Monas Jakarta dari pelosok daerah Se-indonesia.

Agama Islam agama cinta damai . Buktinya, jutaan umat berkumpul di Tugu Monas saling membantu, merangkul seperti sanak saudara dekat maupun jauh.

Kendati demikian, reuni 212 banyak yang menduga akan berbau kampanye dikarenakan calon presiden (Capres) Prabowo Subianto hadir dalam reuni 212 digelar pada pagi ini, Minggu (2/12).

Pihak penyelanggara aksi 212 menegaskan bahwa tidak ada kampanye sedikitpun. Walapun Prabowo hadir.

Dalam pidatonyo Prabowo mengatakan dengan konsisten dirinya tidak ada berkampanye sedikitpun.

“Terima kasih sudah mengundang saya hadir dalam reuni 212. Semoga tetap terjaga solidaritas diantara umat beragama. Takbir,  Allahhuakbar,” kata Prabowo.

Dilansir dari Ibnuasmara.com dengan judul catatan sejarah kami di aksi 212.

Awal mula aksi ini di gelar pada akhir September 2016 Ahok Gubernur DKI Jakarta, melakukan kunjungan di Kepulauan Seribu, untuk mencanangkan program budidaya Ikan Gabus Tapi saat acara temu warga Kepulauan Seribu, Ahok tidak hanya membicarakan tentang pembudidayaan Ikan Gabus, akan tetapi dia juga melakukan kampanye gelap.

Ahok membawa salah satu Ayat Al-Qur’an yang terkandung dalam Surat Al-Maidah ayat 51, untuk supaya warga Kepulauan Seribu yang beragama islam memilih dia untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta di pencalonan keduanya.

Pesan yang Ahok tanamkan kepada masyarakat Kepulauan Seribu yang beragama islam, “jangan mau dibohongi sama Al-Maidah ayat 51”.

Dengan keberadaan agamanya yang bukan orang islam dan dia juga tidak boleh mengkampanyekan dirinya pada saat waktu dinas, membuat para ulama dan umat islam marah.

Karena apa yang dia bicarakan itu sangat menghina Al-Qur’an, tekhususnya Al-Maidah ayat 51. Itu termasuk juga pelecehan agama.

Para ulama dan sekelompok ormas islam, mengajukan permohonan kepada polisi, sebagai lembaga penegak hukum agar Ahok ditangkap dan di adili.

Karena dia telah melanggar KUHP (KItab Undang-undang Hukum Pidana) yang tertera di pasal 156 A tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Tapi laporan itu, tidak di peroses dengan baik oleh kepolisian selaku penegak hukum, bahkan terkesan ditunda-tunda yang menjadikan para ulama dan sekelompok Umat Islam melakukan aksi unjuk rasa, agar Ahok segera di proses sebagai mana mestinya.

Aksi Bela Islam  belanjut pada 14 Oktober.

Tanggal 14 Oktober 2016 aksi bela islam dan tuntutan untuk penjarakan Ahok yang pertama ini, dapat mengumpulkan puluhan ribu masa yang terdiri dari para ulama, Ormas FPI dan masyarakat sekitar Jakarta. Kalau tuntutan tersebut tidak di proses, maka Habib Riziq Syihab berjanji akan mengadakan aksi ke dua.

Benar adanya, ternyata tuntutan itu dihiraukan. Aksi bela Islam jilid II pun muncul untuk merapatkan barisan Umat Islam dalam melawan kedzaliman terhadap Islam.

Aksi itu terjadi pada tanggal 4 November 2016 di ikuti oleh ratusan ribu masa, yang kita kenal sebagai Aksi Bela Islam 411.

Aksi Bela Islam 411 membuahkan hasil yaitu ditetapkannya Basuki Tjahya Purnama atau Ahok sebagai tersangka. Tapi mengapa Ahok tidak kunjung ditahan padahal status tersangka sudah ia sandang.

Maka dengan kejadian itu para ulama sepakat untuk mengadaka Aksi Bela Islam jilid III untuk melanjutkan tuntutannya yaitu penjarakan Ahok.

Aksi itu terjadi pada tanggal 2 Desember 2016, yang diberi nama dengan Aksi Super Damai Bela Islam Jilid III – Aksi 212 dengan masa yang ikut serta sekitar 7,5 juta masa.

Dan Akhirnya berkas laporan Ahok tersangka, sudah diserahkan di Kejaksaan Agung untuk diproses lebih lanjut lagi.

Ahok dinyatakan majelis hakim terbukti melakukan tindak pidana dalam Pasal 156a KUHP, yakni secara sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama dengan hukuman penjara selama 2 tahun.

Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bengkulu, Prof. Rohimin menghimbau agar reuni 212 tidak ada berbua anarkis.

“Gerakan pembela fatwa ulama (Aksi 212) kita mengharapkan para mubaligh, tokoh agama untuk tidak ikut aksi tersebut, ” ucapnya Rohimin pada pewarta, Sabtu (1/12).

Lanjut dikatakan Rohimin, Semua pihak lebih baik berkonsentrasi pada pembinaan umat daerahnya masing-masing.

“Kalau untuk reuniannya kangen-kangenan ya silahkan. Tapi jangan berbua anarkis apalagi sampai dibawa keranah politik, ” jelasnya.

Ia juga menghimbau pada masyarakat Bengkulu yang ikut langsung datang pada aksi tersebut.

” Jangan terlalu berlebih-lebihan dalam menyikapi itu. Walaupun di Bengkulu sebagian banyak yang bukan alumni aksi 212,” demikian *(Ahm).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *