oleh

Menuju Tahun Politik, Jangan Bawa Isu Agama Pada Pemilu 2019

-Pendidikan-1.046 views

Berandang-Bengkulu. Agama menjadi senjata utama bagi para calon legislatif (Caleg) di Indonesia untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.

Duduk dikursi empuk jajaran pemerintah sangatlah menggiurkan. Finansial terpenuhi kehidupan pun menjadi sangat nikmat dijalani.

Kendati demikian, mayoritas agama di indonesia didominasi oleh Islam hampir setengahnya umat muslim.

Apalagi, caleg yang mencalonkan diri banyaklah beragama muslim.

Lantas bagaimana cara masyarakat memilih mereka? Dari sekian kandidatnya didominasi umat muslim?

Tanggal 17 April 2019 mendatang final dari segala ucapan, janji para caleg disetiap wilayah Indonesia.

Untuk itulah, IAIN Bengkulu menggelar seminar Menggugat Post Truth Dalam Komunikasi Politik Dan Diskursus Keagamaan “.

Mengangkat isu yang dirasakan pasca tahun 2016. Jangan sampai isu itu terulang pada, tahun 2019 mendatang.

Mengantisipasinya dengan memberikan ilmu, wawasan pada kaum muda milenial. Cepat terpengaruh dan bujuk rayu para caleg.

Apa itu post truth? Setiap orang merasa benar tanpa memahami kebenaran yang di maksudkan atau yang dikenal dengan sebutan post truth.

Direktur Pacsasarjana IAIN Bengkulu
Dr. Rohimin menjelaskan bahwa isu agama harus menjadi perhatian saat ini terutama pada tahun 2019 mendatang menjadi tahun politik

” Isu agama saat ini sering kali di bawa-bawa terutama dalam bidang politik. Tidak hanya itu isu sara juga tak luput dari pembicaraan dan hal inilah yang menjadi perhatian bagi kita semua ,” Kata Rohimin pada seminar nasional di pascasarjana IAIN Bengkulu , Sabtu (1/12)

Dikatakan Rohimin, zaman Rasulullah SAW ada proses politik yang benar yang dikenal dengan politik Rasulullah.

Dalam politiknya Rasulullah mengajarkan ketika ada isu yang sensitif terkait agama dan sara maka Rasulullah menyelesaikannya dengan baik.

Sedangkan, Robby H. Abror mengatakan bahwa era post truth sempat menjadi tren sebagai the word of the year 2016.

Hal ini tejadi karena di era post truth kebenaran menjadi relatif bahkan kehilangan keontentikannya.

Setiap orang merasa bahwa pendapatnya yang paling benar daripada fakta obejektif.

” Bagaimana cara kita untuk menggugat post truth adalah kita dapat membedakan mana yang hak dan mana yang hoax ,” Ungkap Robby H.

Robby juga memaparkan macam-macam aliran kepercayaan, dan sebagai contohnya adalah sosial media.

“Sosial media dikonsumsi oleh banyak orang dengan mudahnya mendapatkan informasi sehingga lupa untuk mencari kebenarnnya tersebut,” katanya.

Acara seminar tersebut bertempat di Aula Jamaah Nur IAIn Bengkulu, Sabtu, (1/12) peserta diikuti oleh Program Studi Aqidah dan Filsafat .

Menghadirkan dua narasumber yakni Dr. Robby H.Abror, M.Hum  dan Prof.Dr.H.Rohimin, M.Ag serta bekerjasama dengan Serikat Media Siber Indonesi (SMSI) Provinsi Bengkulu. *(Ahm)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *